Welcome to the Fantastic World of Yuan Zhi Yi

Kamis, 18 September 2014

Bahan Pengawet Makanan



A.  Bahan Pengawet Makanan
1.    Definisi
Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkaan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungsi, bacteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan penyakir yang dibawa makanan termasuk botulism yang membahayakan kehidupan.

2.    Macam-Macam Bahan Pengawet Makanan
a.    Bahan Pengawet Makanan Alami
Jenis bahan yang bisa dijadikan sebagai pengawet alami sangat beragam jenisnya antara lain :
1)   Garam
Garam yang kemudian dibuat larutan dan dimasukkan ke dalam jaringan diyakini mampu menghambat pertumbuhan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, sehingga makanan tersebut jadi lebih awet. Prosesnya biasa disebut dengan pengasinan (curing) atau penggaraman. Pengawetan dengan garam ini memungkinkan daya simpan yang lebih lama dibandingkan dengan produk segarnya yang hanya bisa bertahan selama beberapa hari atau jam. Contohnya ikan yang hanya tahan beberapa hari, bila diasinkan dapat tahan selama berminggu – minggu. Tentu saja prosedur pengawetan ini memerlukan perhatian karena konsumsi garam secara berlebuhan bisa memicu penyakit darah tinggi.

2)   Keragenan
Keragenan adalah bahan alami pembentuk gel yang dapat digunakan untuk mengenyalkan bakso dan mie basah sebagai bahan alternatif yang aman pengganti borax. Karagenan dihasilkan dari rumput laut Euchema sp yang telah dibudidayakan di berbagai perairan Indonesia. Dijelaskannya bahwa setiap 1 kilogram bakso membutuhkan 0,5 - 1,5 gram karagenan untuk mengenyalkannya. Di pasaran 0,5 - 1,5 gram karagenan dijual dengan harga Rp750 sampai Rp900. Karagenan dalam industri sering dijadikan bahan campuran kosmetik, obat-obatan, es krim, susu, kue, roti dan berbagai produk makanan.
3)   Buah Picung
Pohon picung atau kluwak (jawa) banyak tersebar di seluruh nusantara. Selain sebagai bumbu masak dapur, biji buah picung juga bisa dimanfaatkan sebagai pengawet alami ikan segar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan 2% garam dari total berat ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa merubah mutu.
Normalnya, ikan kembung segar yang disimpan di suhu kamar tanpa penambahan picung atau es hanya bisa bertahan 6 jam. Lebih dari itu, ikan tersebut akan busuk dan rusak. Hasil penelitian R.A Hangesti Emi Widyasari, mahasiswa S2 Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pasca Sarjana IPB ini merupakan terobosan dalam mengatasi kesulitan pemerolehan dan menekan harga es batu. Disamping menghindari penggunaan larutan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Seorang nelayan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapannya membutuhkan es batu minimal 1 :1 berat ikan segar. Bila ikan yang ditangkap 50 kg, maka nelayan membutuhkan es batu minimal 50 kg pula. Namun dengan memanfaatkan cacahan biji buah picung, nelayan hanya membutuhkan 1 kg cacahan biji buah picung untuk 50 kg ikan segar.

4)   Biji Kepayang
Pohon tanaman ini memiliki tinggi hingga 40 m dengan diameter batang 2,5 m. Jika melihat uraian diatas, maka dapat dikatakan tanaman ini tumbuh tersebar luas hampir di seluruh Nusantara. Kepayang mulai berbuah di awal musim hujan pada umur 15 tahun dengan jumlah 300 biji di setiap pohonnya .
Tanaman ini telah lama digunakan sebagai bahan pengawet ikan. Untuk dapat memanfaatkannya sebagai pengawet, biji dicincang halus dan dijemur selama 2-3 hari. Hasil cincangan tanaman ini kemudian dimasukkan ke dalam perut lkan laut yang telah dibersihkan isi perutnya. Cincangan biji Kepayang memiliki efektivitas sebagai pengawet ikan hingga 6 hari . Khusus untuk pengangkutan jarak jauh, tanaman ini dicampur garam, dengan perbandingan 1 bagian garam dan 3 bagian biji Kepayang.

5)   Gambir
Tanaman gambir (Uncariae Romulus et Uncus) di Indonesia daun dan getahnya digunakan untuk bahan kelengkapan untuk menyirih. Tanaman yang termasuk keluarga Rubiaceae ini juga sering digunakan untuk obat luka bakar, sakit kepala, diare, disentri, sariawan, dan sakit kulit, serta bahan penyamak kulit dan bahan pewarna tekstil.
Secara alami para produsen makanan sering menggunakan tanaman yang daunnya berbentuk bujur sangkar dengan permukaan licin ini untuk pengawet makanan. Pasalnya, dalam daun ini terdapat sebuah kandungan katekin yang dapat mengawetkan makanan dari kerusakan akibat mikroorganisme dan degradasi reaksi oksidasi (penyebab basi).

6)   Kitosan
Kitosan dihasilkan dari chitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amina (-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi yaitu dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi dengan waktu yang relatif lama dan suhu tinggi.
Chitosan adalah biopolimer yang mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik kation dan bermuatan positif, sedangkan dalam larutan alkali, kitosan akan mengendap.
Indikator parameter daya awet chitosan :
a)    Keefektifan dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap. Pada konsentrasi chitosan 1,5 % dapat mengurangi jumlah lalat secara significant.
b)   Pada uji mutu hedonik penampakan dan rasa ditunjukkan bahwa penampakan ikan asin dengan coating chitosan lebih baik bila dibandingkan dengan ikan asin kontrol (tanpa formalin dan chitosan) dan ikan asin dengan formalin. Coating chitosan pada ikan cucut asin memberikan rasa yang lebih baik dibanding dengan kontrol (tanpa formalin dan chitosan) dan perlakuan formalin.
c)    Keefektifan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dimana pada pengujian diperlihatkan hasil bahwa nilai TPC (bakteri) sampai pada minggu kedelapan pelapisan chitosan, masih sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) ikan asin yakni dibawah 1 x !0 5 koloni per gram. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation yang bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.
d)   Kadar air pada perlakuan dengan pelapisan chitosan sampai 8 minggu menunjukan kemampuan chitosan dalam mengikat air, karena sifat hidrofobik sehingga dengan sifat ini akan menjadi daya tarik pada pengolah ikan asin dalam aspek ekonomi.

b.    Bahan Pengawet Makanan Sintetis
1)   Bahan Pengawet Yang Diizinkan
Menurut Fox dan Cameron (1977), kelompok terebut bukan merupakan kelompok bahan pengawet. Menurut DeMan (1976) han pengawet dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu pertama bahan pengawet yang mudah menguap seperti etilen oksida dan propilen oksida yang banyak digunakan sebagai bahan sterilisasi pada bahan makanan tertentu. Kedua, bahan pengawet yang bersifat tidak stabil seperti dietil pirokarbonat dan heksamin tetapi penggunaanya sudah dilarang di berbagai Negara. Ketiga, bahan pengawet yang stabil seperti asam benzoate, asam sorbet dan garamnya, asam propinoat dan garamnya, dan belerang dioksida serta sulfit. Berikut adalah daftar bahan pengawet sesuai pengertian di atas :
Kode Angka
Nama Bahan Pengawet
Bentuk Alternatif
1


2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
Belerang oksida


Asam benzoate
Asam propionate
Asam sorbat
Metal, etil dan propel p-hidroksi benzoat
Difenil
Nisin
Natrium nitrat
Natrium nitrit
o-fenil fenol
Tiobendazol
Heksanin
Natrium sulfit dan metabisulfit, kalium metabisulfit, kalsium sulfit dan bisulfit
Garam Na, K dan Ca
Garam Na, K dan Ca
Garam Na, K dan Ca

Garam Na


Garam K
Garam K
Sumber : Fox dan Cameron, 1977

2)   Bahan Pengawet yang Dilarang
Penggunaan bahan pengawet makanan dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama menurut GRAS (Generally Recognized as Safe), bahan pengawet makanan bersifat alami sehingga menumbulkan efek racun pada tubuh. Kedua, bahan pengawet yang ditentukan pemakaiannya oleh Acceptable Daily Intake (ADI) yang disesuaikan dengan batas minimal harian untuk kesehatan konsumen. Ketiga bahan pengawet yang tidak layak dikonsumsi sama sekali seperti boraks dan formalin.
Berikut adalah beberapa bahan pengawet yang berbahaya dalam bahan makanan sehari-hari antara lain :
a)    Asam borak (boric acid) atau boraks
b)   Asam seisilat (salicylic acid) dan garamnya
c)    Dietilpirokarbonat (DEPC)
d)   Dulsin
e)    Kalium Khlorat (potassium chlorate)
f)    Kloramfenikol
g)   Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)
h)   Nitrofurazon
i)     Formalin (formaldehyde)
Formalin ini sering digunakan pada produk makanan termasuk ikan asin dan terasi, padahal seharusnya penggunaan formalin ini sebagai pembunuh hama, pengawet mayat, bahan desinfektan pada industri plastik, busa, dan resin untuk kertas.

3.    Analisis Bahan Pengawet Makanan
Untuk mengetahui ada tidaknya pengawet pada sampel, bisa menggunakan analisis kualitatif menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjt5zg7EKOCLYJTFQ6Sbg1fvXvC3QwCH_GtrgXxQEsdnE74cblrN57cs_h2raVyAXWoAbwBLSJCzFqEmbndKiDBNAWVEUXnfByESS0yjfcFHhxst7oq5U5SsDpK490XhCRM9SiVQDN8MYw/s320/klt+1.jpg
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVdKC6uPZJlAZKpkuhDtFZUZoD_nSG-3zXIzC0vePulzWaayA4HarO3ot7nT5DopeZGFWTGY6qiZaFt4kZTGoeNlO9L0SohSAG-NGUxMbmQGQjRwUK8BFSXm-UgcO9EB-0syfHxGov9Q4/s1600/klt+2.jpg
Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rf =    Jarak yang ditempuh substansi
Jarak yang ditempuh oleh pelarut
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiAwYJMJTc2B9P0mgjKaXPHR4U1fh9_VftoG3HHPzirC83D15GXNVddhhEip9y2cCrkAhl-pHepE0OmZ_QnyCvAjj_3GsTf5zqInbKZLQaGOVBV1oKDEelG-LpgmXJU3-LPWRiocSuEsQg/s1600/klt+3.jpg
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.
KLT sebagai salah satu metode instrumental yang sering digunakan, karena mempunayi keuntungan antara lain sebagai berikut :
a.    Peralatan yang diperlukan sedikit
b.    Waktu analisis yang cepat
c.    Hasil pemisahan lebih baik
d.   Daya pemisahan tinggi
e.    Pengerjaannya sederhana dan mudah
f.     Harganya terjangkau
Berikut adalah salah satu contoh cara analisis bahan pengawet yaitu nitrit :
a.    Cara kerja pemeriksaan nitrit (uji kualitatif)
Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu menggunakan asam sulfanilat dan larutan NED, serbuk antipirin, dan serbuk kalium iodida.
1)   Larutan yang mengandung nitrit bila ditambahkan beberapa tetes larutan asam sulfanilat dan larutan NED, dibiarkan selama beberapa menit akan memberikan hasil warna ungu merah.
2)   Larutan yang mengandung nitrit, dipekatkan diatas penangas air, kemudian pada sisa larutan diteteskan beberapa tetes asam klorida encer dan ditambahkan sedikit serbuk antipirin, kemudian diaduk akan memberikan hasil warna hijau.
3)   Larutan yang mengandung nitrit, ditambahkan sedikit serbuk kalium iodida lalu diasamkan dengan asam klorida encer, iod akan dibebaskan, yang dapat diidentifikasi dengan pasta kanji memberikan hasil warna biru.

b.    Cara kerja pemeriksaan nitrit (uji kuantitatif)
1)        Sampel (daging burger sapi) ditimbang sebanyak 10 gr dan dimasukkan kedalam cawan lalu dihaluskan
2)        Sampel ditambahkan dengan 5 ml lrutn borax jenuh dan 100 ml aquadest panas (70 derajat) kemudian dikocok
3)        Larutan dibiarkan sampai dingin dan kemudian di tambahkan dengan 2 tetes larutan NaOh dan 2 ml larutan seng acetat
4)        Campuran larutan dibiarkan sampai sampe (daging burger sapi) mengendap
5)        Larutan disaring menggunakan kertas saring
6)        Filtrate dimasukkan kedalam gelas ukur sebanyak 25 ml
7)        25 ml filtrate dimasukkan kedalam erlemeyer 250 ml
8)        Pada 25 ml filtrate ditambahkan 0,5 ml sulfanilamide
9)        Kemudian larutan dtambahkan dengan 0,5 ml larutan nafthyletilndiamin. Larutan dikocok dan selama 3 menit larutan dibiarkan sampai larutan berubah warna menjadi pink
10)    Absorbansi larutan diukur dalam kuvet berdiameter 50 mm dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm
11)    Baca konsentrasi nitrit
Cara menghitung kadar nitrit dengan menggunakan rumus :
NaNo2 (C x 2000 )

4.    Pengaruh Bahan Pengawet Makanan terhadap Kesehatan
Keuntungan pemakaian bahan pengawet makanan adalah terbebas dari mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan bagi manusia, sedangkan mikroorganisme non patogen dapat menyebabkan terjadi kerusakan pada bahan makanan. Kerugian dari pemakaian bahan pengawet makanan adalah apabila oemakaian jenis dan dosisnya tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sehingga kemungkinan akan menimbulkan efek toksitas bahkan bersifat karsinogenik bagi yang mengkonsumsinya.
Batas aman pemakaian bahan pengawet ditetapkan dengan 2 tahap pengujian toksisitas. Tahap pertama adalah pengumpulan data laboratorium dengan hewan percobaan atau menggunakan uji klinis pada manusia. Tahap kedua adalah menginterpretasi dan analisis data untuk menyimpulkan aseptibilitas atau penolakan bahan diuji sebagai bahan tambahan makanan. Hal ini dapat merumuskan konsep jumlah yang diperkenankan untuk dikonsumsi setiap harinya atau disebut dengan Acceptable Daily Intake (ADI).
Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan
Bahan Pengawet
Produk Pangan
Pengaruh terhadap Kesehatan
Ca-benzoat
Sari buah, minuman ringan, minuman anggur manis, ikan asin, produk ikan
Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin.
Sulfur dioksida (SO2)
Sari buah, cider, buah kering, kacang kering, sirup, acar
Dapat menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.
k-nitrit
Daging kornet, daging kering, daging asin, pikel daging, ikan asap, keju
Mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen, menyebabkan kesulitan bernafas dan sakit kepala, anemia, radang ginjal dan muntah.
Ca- / Na-propionat
Produk roti dan tepung
Migrain, kelelahan, kesulitan tidur.
Na-metasulfat
Produk roti dan tepung
Alergi kulit.
Asam sorbat
Produk jeruk, keju, margarin, pikel, salad, ikan kering, terasi (pasta ikan)
Perlukan kulit.
Natamysin
Produk daging dan keju
Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makjan, diare dan pelukaan kulit.
K-asetat
Makanan asam
Merusak fungsi ginjal.
BHA
Daging babi segar dan sosisnya, minyak sayur, shortening, kripik kentang, pizza beku, teh instan
Menyebabkan penyakit hati dan kanker.
Sumber: Amos dan Drake, 1977

Terasi



1.    Definisi
Terasi adalah salah satu produk olahan ikan yang merupakan sebutan pasta ikan yang dihasilkan di Indonesia. Produk ini terkenal terutama di daerah-daerah pantai. Daerah penghasil terasi yang terkenal di Indonesia adalah Bagan si api-api, Cirebon, Jember, Rembang dan Sidoarjo. Produk terasi di Indonesia ternyata menduduki tempat ke-2 dalam pengolahan ikan secara tradisional setelah produksi ikan asin yaitu 51% untuk ikan asin, 19% terasi dan sisanya untuk produk-produk lain. Terasi digunakan sebagai campuran cabai untuk membuat sambal atau bumbu masakan sayur-sayuran. Produk ini digunakan karena memberikan aroma yang tajam dank has. Mutu terasi sangat dipengaruhi oleh mutu bahan baku, cara pengolahan dan penanganan produk akhir.

2.    Bahan Baku
Bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan terasi adalah jenis ikan atau udang kecil yang disebut Rebon dan Atya sp yaitu untuk terasi udang, sedangkan untuk terasi ikan digunakan teri (Stolephorus sp). Sortasi terhadap bahan baku sangat penting karena mutu terasi sangat dipengaruhi oleh bahan bakunya. Sortasi dilakukan dengan melihat factor secara organoleptik seperti kesegaran, kebersihan dan lainnya.
Terasi yang bermutu baik biasanya dibuat dari rebon atau teri kecil tanpa penambahan bahan pengisi. Sedangkan terasi yang bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah ikan, sisa ikan sortiran, ikan yang sudah akan membusuk dan berbagai jenis bahan lain sebagai pengisi. Sebagai bahan pengisi biasa ditambahkan tepung tapioca atau tepung beras.
Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar 27-30%, air 50-70% dan garam 15-20%. Sedangkan terasi dari ikan yang prosesnya serupa dengan terasi udang antara lain mempunyai kandungan protein 20-45%, kadar air 35-50%, garam 10-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang sangat kecil. Pada terasi terdapat kandungan vitamin B12 yang cukup tinggi.

3.    Proses Pengolahan
Berbeda dengan produk pasta ikan dari Malaysia atau Filipina, terasi dibuat tidak dalam wadah tertutup melainkan pada wadah terbuka dan selalu dijemur. Wadah yang biasa digunakan adalah sehelai tikar.
Pada pembuatan 100 kg udang dicampur dengan 10 kg garam dan pada waktu udang baru ditangkap dan setelah sampai di darat, bahan tersebut ditebarkan pada sehelai tikar dan ditambah 5 kg garam. Setelah diaduk bahan tersebur dibiarkan terjemur 1-3 hari. Selama penjemuran, kadar air akan turun dari 80% menjadi 50% dan bau busuk akan hilang. Setelah itu bahan ditumbuk kira-kira 15-20 menit dan dikeringkan kembali. Kadang-kadang pada produk tersebut ditambahkan pewarna atau ditambah dengan air bila pengeringan terlalu kering. Pengeringan dapat dilakukan dalam bentuk gumpalan-gumpalan dan dapat pula dilakukan dengan pembungkus dengan daun pisang. Kemudian gumpalan-gumpalan tersebut dibiarkan 1-4 minggu pada suhu 20-30o C sehingga terjadi proses fermentasi.

Gambar . Bagan proses pembuatan terasi (Winarno et al., 1973)
4.    Mikrobiologi
Mikrobia yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Penggunaan garam pada pembuatan terasi terbukti dapat menyeleksi jenis mikrobia tertentu saja untuk dapat tumbuh. Pada ikan diolah dengan cara fermentasi biasanya berlangsung fermentasi asam laktat. Proses yang terjadi adalah otolisis secara enzimatis dan adanya aktivitas bakteri halofilik atau halotoleran. Dermentasi asam laktat akan berlangsung secara anaerobik oleh mikroba anaerob fakultatif atau yang obligatif.
Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi dengan penambahan garam pada ikan terutama jenis Micrococci dan ada penurunan dari jumlah mikroba Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas, bacillis dan Sarcina yang semula banyak terdapat pada ikan.
Berdasarkan ketahanannya terhadap garam maka Bacillus menunjukkan pertumbuhan yang baik pada konsentrasi garam 5% dan sebaliknya dengan mikroba seperti Vibrio. Achromobacter, Flavobacterium dan Micrococcus pada konsentrasi garam 10%.
Mikroba yang dapat diisolasi dari terasi oleh Praptiningsih dkk (1998) antara lain adalah bakteri Micrococcus, Niesseria, Aerococcus disamping beberapa jenis kapang. Sedangkan Rahayu (1989) menduga bahwa pada terasi terdapat mikroba dari jenis Micrococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinetobacter yaitu pendugaan dari terasi yang diperoleh dari daerah Bogor.

5.    Perubahan Selama Fermentasi
Campuran garam, rebon dan bahan-bahan lainnya pada pembuatan terasi pada awalnya mempunyai nilaipH sekitar 6 dan selama proses fermentasi, pH terasi yang terbentuk akan naik menjadi 6,5 dan pada akhirnya setelah terasi selesai terbentuk makan pH terasi turun kembali menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut maka akan terjadi peningkatan pH dan pembetukan Amonia. Bila garam yang digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran tersebut akan terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena Amonia yang terbentuk terdapat dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat terjadi apabila pemberian garam kurang dari 10%.
Selama fermentasi protein akan terhidrolisa menjadi turunannya seperti protease, pepton, peptida, dan asam-asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42 % adalah terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah. Maka permukaan terasi akan diselumuti oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi menjadi tidak kenyal. Bila kadar air terasi terlalu tinggi, maka terasi menjadi terlalu lunak. Selain itu, pada terasi disyaratkan bahwa kadar nitrogen total minimun adalah 3,5 % dan pada terasi telah diteliti komposisi asam aminonya dan asam amino yang tertinggi adalah asam glutamat dari golongan non esensial dan yang tertinggi dari golongan asam amino esensial adalah leusin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi ikan untuk terasi yang dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut adalah senyawa yang mudah menguap yang terdiri dari 16 macam senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil dan senyawa-senyawa lainnya sebanyak 10 macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda pula akan menyebabkan pasta ikan mempunyai bau/aroma yang khas pula menurut daerah asal dan proses pembuatannya.