Welcome to the Fantastic World of Yuan Zhi Yi

Sabtu, 05 Oktober 2013

ENGINEERING STRATEGY


Salah satu dari 6 strategi perubahan berencana yang dikemukakan Kurt E. Olmusk adalah Engineering Strategy. Engineering Strategy didefinisikan lingkungan kerja sangat besar pengaruhnya terhadap tingkah laku individu dalam suatu organisasi, lingkungan kerja yang sehat akan mempengaruhi individu untuk bertingkah laku baik, akan tetapi apabila di lingkungan kerjanya tidak sehat, maka akan sangat mempengaruhi tingkah laku yang baik, sehingga akan merugikan organisasi dimana dia sebagai anggotanya. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi perubahan perilaku seseorang, jika dia tidak mengikutinya maka dia akan ketinggalan apa yang ada pada lingkungannya dan dianggap seperti orang asing.
Strategi ini tepat bagi orang-orang yang mengabaikan subjek-subjek dengan memperhatikan lingkungannya. Ini merupakan salah satu pendekatan sosiologis dengan anggapan dasar bahwa lingkungan disekelilingnya berubah.
Contoh penerapan strategi ini adalah sebagai berikut:
1.   Sebagian besar perusahaan manufaktur telah mengotomatisasi operasinya dengan pengendalian numerik yang terkomputerisasi menggunakan robot untuk digunakan sebagai operasi pemotongan logam. Pengembangan dan penggunaan teknologi informasi mungkin merupakan salah satu kekuatan terbesar untuk perubahan. Organisasi harus beradaptasi untuk menggunakan teknologi informasi seperti bagaimana Southwest Airlines menggunakan internet untuk memperoleh pelanggan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka perusahaan tersebut akan bangkrut karena pelanggannya berkurang.
2.   Kebiasaan ibu-ibu yang hidup di komplek perumahan elit adalah mengikuti tren yang ada pada lingkungan tersebut, jika tidak dia akan dianggap aneh dan lama kelamaan akan dikucilkan. Contohnya jika pada lingkungan tersebut muncul tren untuk menggunakan fashion terbaru, jika salah satu dari mereka tidak mengikuti tren fashion terbaru tersebut maka dia akan dikucilkan dan dianggap tidak modern.

Sumber Pustaka:
Lubarateam. 2007. Mutasi dan Reformasi. Diakses pada 12 September 2013 pada situs http://lubarablog.blogspot.com/2007/03/mutasi-dan-reformasi.html.
Rose, eny. 2009. Perubahan Organisasi. Diakses pada 12 September 2013 pada situs http://id.scribd.com/doc/19802890/Perubahan-Organisasi.
Schutt, Randy. 2001. Inciting Democracy: A Practical Proposal for Creating a Good Society. Cleveland: Spring Forward Press.

PATOGENESIS PENYAKIT KURANG VITAMIN D



Sumber Pustaka

Maria C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Klinis. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Nasoetion, A.H. dan Karyadi, D. 1987. Pengetahuan Gizi Mutakhir Vitamin. Jakarta: Gramedia.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.


Prof. H. Muhilal, PhD



Prof. H. Muhilal, PhD adalah seorang ilmuwan dan peneliti gizi. Beliau menekuni bidang Biokimia dan menghasilkan banyak temuan dari penelitian-penelitiannya. Beliau bekerja di Nutrisi dan Makanan R & D Center di National Institute of Health Research and Development (NIHRD) dari Departemen Kesehatan.
Prof. H. Muhilal, PhD adalah profesor gizi di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung dan dosen senior gizi pada 5 perguruan tinggi di Indonesia. Beliau menerima gelar PhD dalam Biokimia Nutrisi di Universitas Liverpool di Inggris pada 1974.
Pada tahun 1994 atas prakarsa prof.DR.dr.Darwin Karyadi dan Prof.DR.Muhilal dari Puslitbang Gizi Bogor dilakukan penelitian tentang pencegahan lahirnya kretin baru didaerah gondok endemik selama tiga tahun (biaya dari Riset Unggulan Terpadu II – Menristek) bekerjasama dengan FK-UGM Yogyakarta. Dari beberapa daerah gondok endemik, Kabupaten Magelang terpilih sebagai daerah untuk pelaksanaan penelitian tersebut karena Magelang adalah salah satu daerah gondok endemik berat di indonesia. Untuk mempermudah operasional penelitian didirikan pos penelitian di Desa Jumoyo, Kecamatan salam, Atas bantuan Pemerintahan Daerah Magelang pos penelitian dipindahkan ke lokasi bekas Puskesmas Borobudur.
Pada tahun 1999 Puslitbang Gizi melalui Kepala Badan Litbangkes mengusulkan Pos Penelitian GAKI untuk menjadi Balai penelitian GAKI kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menkes Nomor:575/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 10 April 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Gangguan Akibat Iodium di Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah yang disempurnakan dengan ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor:1351/Menkes/PER/IX/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium di Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah.
Selain mempromosikan penelitian di Indonesia (misalnya sebagai anggota National Dewan Penelitian dari 1992-2004), beliau telah aktif sebagai konsultan gizi untuk organisasi internasional seperti WHO, USAID atau UNICEF.
Prof. H. Muhilal, PhD menjabat sebagai Dewan Pembina DPP PERSAGI 2002-2005 dan 2006-2009. Selain itu beliau juga sebagai dewan pakar DPP PERSAGI 2006-2009. Saat ini beliau tinggal di Bumi Menteng Asri Blok AN 1, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Pada tahun 2007, Prof. H. Muhilal, PhD menerima COMSTECH award (Indonesia’s Leading Scientist & Engineer) serta "Depkes RI Award sebagai pencetus dalam Melanjutkan Penelitian pada Vitamin A " pada 1990.

Foto Prof. Muhilal, Ph.D saat menerima Bakrie Award XI
Dan di tahun 2013 ini, beliau berhasil mendapat penghargaan bakrie award dalam bidang sains dan mendapatkan trofi,piagam dan uang 250 juta.  Selama kariernya sebagai ilmuwan, fokus penelitian Muhilal berkisar seputar gizi, khususnya zat gizi mikro. Lebih khusus lagi tentang vitamin A, lodium, dan zat gizi besi (Fe). Kajian Muhilal tentang vitamin A memperkuat temuan-temuan sebelumnya. Misalnya, bahwa vitamin A tidak hanya mencegah anak dari rabun atau potensi kebutaan, tapi juga dapat meningkatkan respons imun pada anak-anak. Karena itu lah, vitamin A disebut juga vitamin anti infeksi.

Terbitan Penelitian Terbaru:
1.    Hanafiah A, Karyadi D, Lukito W, Muhilal, Supari F (2007): Desirable Intake of Polyunsaturated Fatty Acids in Indonesian Adults, Asia Pac J Clin Nutr., 16(4): 632 – 640.
2.    Dijkhuizen MA, Wieringa FT, West CE, Muhilal (2004): Zinc Plus Beta-Carotene Supplementation of Pregnant Women is Superior to Beta-Carotene Supplementation Alone in Improving Vitamin A Status in Both Mothers and Infants, Am J Clin Nutr., Nov, 80(5): 1299 – 1307.
3.    Soekarjo DD, de Pee S, Kusin JA, Schreurs WH, Schultink W, Muhilal, Bloem MW. (2004): Effectiveness of Weekly Vitamin A (10.000 IU) and Iron (60 mg) Supplementation for Adolescent Boys and Girls Through Schools in Rural and Urban East Java, Indonesia, Eur J Clin Nutr, June, 58(6): 27 – 37.
4.    Wieringa FT, Dijkhuizen MA, West CE, van der Ven-Jongekrijg J, van der Meer JW, Muhilal (2004): Reduced Production of Immunoregulatory Cytokines in Vitamin A- and Zinc-Deficient Indonesian Infants, Eur J Clin Nutr., Nov, 58(11): 14 8 – 1504.
5.    Tanumihardjo SA, Permaesih D, Muhilal (2004): Vitamin A Status and Haemoglobin Concentrations Are Improved in Indonesian Children With Vitamin A and Deworming Interventions, Eur J Clin Nutr., Sep; 58(9): 1223 – 1230.
Partisipasi Muhilal dalam proyek kerjasama internasional:
1.    Dalam kerjasama dengan The Japan Fund for Poverty Reduction (JFPR 065-INO Project) dan Bank Pembangunan Asia:
a.    Efektifitas Beberapa Pertahanan Mikronutrien dalam pertumbuhan dan konsentrasi Henoglobin antar balita dari keluarga miskin di Jakarta Utara.
b.    Penelitian Konsumer untuk Beberapa Pertahanan Mikronutrien Taburia.
c.    Studi Kelayakan untuk Pengukuran Pembangunan dan Produksi Taburia sebagai Pertahanan Lokal Multi-Mikronutrien
2.    Dalam kerjasama dengan WHO: Behaviour Change Communication Strategy, SEA/FIN/07/3/34, Code:AMS 6199613.
3.    2nd Asian Congress of Paediatric Nutrition, Jakarta, 2004, Wakil Ketua.

Hipotiroidisme


Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot.
Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier). Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema).
Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000, sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroidisme umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000 penduduk untuk pria.
The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) di bandingkan dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%).
Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat. Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.
Gejala-gejala klinis hipotiroidisme sering tidak khas, juga dapat ditemukan pada orang normal atau penyakit-penyakit lain, maka untuk menegakkan diagnosisnya perlu diperiksa fungsi tiroid. Pemeriksaan faal tiroid yang sudah tervalidasi adalah kadar TSH dan FT4 (Free Thyroxine). Kesalahan dalam mendiagnosis hipotiroidisme dapat berakibat berbagai efek yang tidak diinginkan oleh terapi hormon tiroid, sementara penyakit dasar yang sebenarnya tidak terdiagnosis.
Tindakan operasi pada pasien dengan penyakit tiroid hampir semua bersifat elektif, mengingat risiko kematian perioperatif meningkat pada pasien dengan penyakit tiroid yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis. Selain pengaruhnya yang dominan pada sistem kardiovaskular, hipotiroidisme juga mempengaruhi pemberian obat-obat anestesi akibat peningkatan atau penurunan bersihan dan volume distribusi obat pada kondisi hipometabolisme.

Makalah Patologi Manusia Dasar Gangguan Kekurangan Asupan Iodium (Hipotiroidisme)


BAB I
PENDAHULUAN


Hipotiroidisme merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan produksi dan sekresi hormon tiroid. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh dan penurunan glukosaminoglikan di interstisial terutama dikulit dan otot.
Hipotiroidisme biasanya disebabkan oleh proses primer dimana jumlah produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid tidak mencukupi. Dapat juga sekunder oleh karena gangguan sekresi hormon tiroid yang berhubungan dengan gangguan sekresi Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang adekuat dari kelenjar hipofisis atau karena gangguan pelepasan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (hipotiroid sekunder atau tersier). Manifestasi klinis pada pasien akan bervariasi, mulai dari asimtomatis sampai keadaan koma dengan kegagalan multiorgan (koma miksedema).
Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000, sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroidisme umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per 1000 penduduk untuk pria.
The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) di bandingkan dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%).
Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di masyarakat. Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian besar penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.
Gejala-gejala klinis hipotiroidisme sering tidak khas, juga dapat ditemukan pada orang normal atau penyakit-penyakit lain, maka untuk menegakkan diagnosisnya perlu diperiksa fungsi tiroid. Pemeriksaan faal tiroid yang sudah tervalidasi adalah kadar TSH dan FT4 (Free Thyroxine). Kesalahan dalam mendiagnosis hipotiroidisme dapat berakibat berbagai efek yang tidak diinginkan oleh terapi hormon tiroid, sementara penyakit dasar yang sebenarnya tidak terdiagnosis.
Tindakan operasi pada pasien dengan penyakit tiroid hampir semua bersifat elektif, mengingat risiko kematian perioperatif meningkat pada pasien dengan penyakit tiroid yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosis. Selain pengaruhnya yang dominan pada sistem kardiovaskular, hipotiroidisme juga mempengaruhi pemberian obat-obat anestesi akibat peningkatan atau penurunan bersihan dan volume distribusi obat pada kondisi hipometabolisme.

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Patogenesa
Hipotiroid dapat disebabkan oleh gangguan sintesis hormon tiroid atau gangguan pada respon jaringan terhadap hormon tiroid. Sintesis hormon tiroid di awali Hipotalamus membuat ”thyrotropin releasing hormone (TRH)” yang merangsang hipofisis anterior. Hipofisis anterior mensintesis thyrotropin (”thyroid stimulating hormone = TSH”) yang merangsang kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid mensintesis hormone tiroid (”triiodothyronin = T3 dan tetraiodothyronin = T4 = thyroxin”) yang merangsang metabolisme jaringan yang meliputi : konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf, metabolisme protrein, karbohidrat, lemak, dan vitamin-vitamin, serta kerja daripada hormon-hormon lain.
Penyakit lokal dari kelenjar tiroid yang menghasilkan produksi hormon tiroid menurun adalah penyebab paling umum dari hipotiroidisme.Dalam keadaan normal, tiroid melepaskan 100-125 nmol tiroksin (T4) sebanyak kebutuhan harian dan hanya sedikit triiodothyronine (T3).Waktu paruh T4 adalah sekitar 7-10 hari.T4, prohormon, diubah menjadi T3, bentuk aktif dari hormon tiroid, di jaringan perifer oleh 5′-deiodination.
Pada awal proses penyakit, mekanisme kompensasi mempertahankan tingkat T3. Penurunan produksi T4 penyebab peningkatan sekresi TSH oleh kelenjar pituitari.TSH merangsang hipertrofi dan hiperplasia kelenjar tiroid dan tiroid T4-5′-deiodinase aktivitas.Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan tiroid untuk melepaskan lebih banyak T3.
Karena semua sel yang aktif secara metabolik memerlukan hormon tiroid, kekurangan hormon memiliki berbagai efek. Efek sistemik adalah karena baik derangements dalam proses metabolisme atau efek langsung oleh infiltrasi myxedematous yaitu, akumulasi glucosaminoglycans dalam jaringan.
Perubahan myxedematous dalam hasil jantung pada kontraktilitas menurun, pembesaran jantung, efusi perikardial, penurunan nadi, dan penurunan cardiac output. Dalam saluran pencernaan, achlorhydria dan penurunan transit di usus dengan lambung dapat terjadi stasis.Pubertas tertunda, anovulasi, ketidakteraturan menstruasi, dan infertilitas yang umum. Penurunan tiroid efek hormon dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan kemungkinan perubahan dalam high-density lipoprotein (HDL) kolesterol yang disebabkan oleh perubahan dalam izin metabolik. Selain itu, hipotiroidisme dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin.

B.  Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negatif oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena.tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
http://www.pustakasekolah.com/wp-content/uploads/2012/08/Hipotiroidisme-300x280.jpg
Gambar 1. Hipotiroid
Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu:
1.    Hipotiroid primer
Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
2.    Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
3.    Hipotiroid tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine.
Sporadik  goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh :
1.     Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah.
2.     Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam, kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosida
3.     Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas  (Propylthiracil) thocarbomen, (Aminothiazole, tolbutamid ).

C.  Gambaran Klinis
Hipotiroid dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, pada dewasa seperti seperti: Merasa lelah, lemah, atau tertekan,  kulit kering dan kuku rapuh, tidak mampu menahan dingin, sembelit, masalah memori atau mengalami kesulitan berpikir jernih, periode menstruasi tidak teratur atau berat, peningkatan berat badan, suara serak, kelemahan otot, peningkatan kadar kolesterol darah, nyeri, kekakuan dan pembengkakan pada sendi, penipisan rambut, denyut jantung lambat, depresi, kulit menjadi tebal, wajah tampak tanpa ekspresi dan mirip topeng, apatis, kenaikan kadar kolesterol serum, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, fungsi ventrikel kiri jelek. Gejala tersebut terjadi perlahan – lahan, sehingga penderita tidak menyadari.
Sedangkan gejala pada neonatus dan bayi adalah : Fontanella mayor yang lebar dan fontanella posterior yang terbuka, suhu rektal < 35,5˚C dalam 0-45 jam pasca lahir, berat badan lahir > 3500 gram; masa kehamilan > 40 minggu, suara besar dan parau, hernia umbilikalis, riwayat ikterus lebih dari 3 hari, miksedema, makroglosi, riwayat BAB pertama > 20 jam setelah lahir dan sembelit (< 1 kali/hari), kulit kering, dingin, dan ”motling” (berbercak-bercak), letargi, sukar minum, bradikardia (< 100/menit).

D.  Laboratik
1.    T4 Serum
Penentuan T4 serum dengan tekhnik radio immunoassay pada hipotiroid ditemukan kadar T4 serum normal sampai rendah.Normal kadar T4 serum diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hinnga 150 nmol/L)
2.    T3 Serum
Kadar T3 serum biasanya dalam keadaan normal-rendah.Normal kadar T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L)
a.    Tes T3 Ambilan Resin
Pada hipotiroidisme, maka hasil tesnya kurang dari 25% (0,25)
b.    Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon)
Pada hipotiroid yang disebabkan oleh keadaan kelenjar tiroid maka akan ditemukan peningkatan kadar TSH serum.


E.  Penatalaksanaan Hipotiroid
Tujuan pengobatan untuk hipotiroidisme adalah pembalikan dari perkembangan klinis dan koreksi derangements metabolik yang dibuktikan dengan tingkat darah normal T4 TSH dan gratis.Hormon tiroid diberikan untuk menambah atau mengganti produksi endogen.Secara umum, hipotiroidisme dapat diobati dengan dosis harian konstan levothyroxine (LT4).
Manfaat klinis dimulai dalam 3-5 hari dan tingkat mati setelah 4-6 minggu.Diduga dosis penggantian penuh dapat dimulai pada individu yang dinyatakan muda dan sehat.Pada pasien tua atau orang dengan penyakit jantung iskemik diketahui, pengobatan harus dimulai dengan satu keempat untuk satu dosis setengah diharapkan, dan dosis harus disesuaikan sedikit demi sedikit tidak lebih cepat dari 4-6 minggu.
Mencapai tingkat TSH dalam kisaran referensi dapat diperlambat karena keterlambatan hipotalamus-hipofisis readaptation sumbu dan mungkin memakan waktu beberapa bulan.Setelah stabilisasi dosis, pasien dapat dipantau dengan evaluasi klinis tahunan dan pemantauan TSH.Pasien harus dimonitor untuk gejala dan tanda-tanda overtreatment, yang meliputi takikardi, palpitasi, gugup, kelelahan, sakit kepala, rangsangan meningkat, sulit tidur, tremor, dan angina mungkin.
Sebuah meta-analisis dari percobaan terkontrol acak tiroksin-triiodothyronine terapi kombinasi (T4 + T3) versus monoterapi tiroksin (T4) untuk pengobatan hipotiroidisme klinis tidak menemukan perbedaan dalam efektivitas monoterapi vs kombinasi kesakitan tubuh, depresi, kelelahan, tubuh berat badan, kecemasan, kualitas hidup, kolesterol total, LDL-C, HDL-C dan trigliserida. Oleh karena itu, monoterapi T4 tetap pilihan perawatan.

F.   Pengaruh Perilaku dan Lingkungan terhadap Gangguan Kekurangan Asupan Iodium (Hipotiroidisme)
1.    Ada banyak penyebab hipotiroidisme seperti komplikasi pada kelenjar tiroid, gangguan autoimun dan kegiatan otak tertekan. Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah Tiroiditis Hashiloto’s yang ditandai oleh kelenjar tiroid memerah bahwa pada saat mengarah ke kerusakan dari sel-sel tiroid. Jika seseorang sering terpapar obat yang melibatkan penggunaan yodium radioaktif, operasi dan lithium maka kemungkinan seorang individu telah rentan terhadap hipotiroidisme cukup tinggi. Lithium adalah seperti racun untuk kelenjar tiroid karena membuat kelenjar yang kurang aktif pada waktu yang digunakan untuk mengobati depresi. Jika seseorang yang pernah diobati dengan yodium radioaktif dapat jatuh di bawah ancaman hipertiroidisme. Yodium radioaktif menghambat menonjol dari gondok yang mengurangi sekresi hormon. Jika lebih dari sel-sel yang diinginkan dipengaruhi oleh terapi ini kemungkinan individu akan terpengaruh oleh hipotiroidisme mengalikan kali manifold.
2.    Alasan lain karena yang seorang individu dapat jatuh di bawah ancaman penyakit ini adalah operasi di masa lalu pasien. Jika seseorang telah dioperasikan untuk mengobati kelenjar tiroid atau kanker maka kemungkinan seorang individu jatuh di bawah ancaman cukup tinggi sebagai kelenjar tiroid yang telah dihapus selama operasi maka produksi hormon yang tidak ckup dapat menyebabkan penyakit ini.
3.    Peradangan pada tenggorok atau tiroid yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan hipotiroid. Karena hal tersebut, maka tempat penyimpanan hormon tiroid pun pecah dan hormon tiroid masuk ke dalam peredaran darah, sehingga menyebabkan tubuh mengalami kelebihan hormon.
4.    Penggunaan pestisida berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan. Setiap hari ribuan petani dan para pekerja di pertanian diracuni oleh pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat penggunaan pestisida. Resiko terpapar pestisida di pertanian juga mengenai perempuan yang terlibat dalam kegiatan pertanian. pengaruh negatif terhadap hormon tiroid. Gaitan E, mengemukakan bahwa zat-zat polutan dapat menghambat pengikatan yodium pada pembentukan mono dan diiodotirosin atau sebagai prekursor hormon pengaruh negatif terhadap hormon triyodotironin (T3) dan hormon tiroksin (T4), sehingga pembentukan hormon T3 dan T4 terhambat. Penurunan hormon tiroid akan meningkatkan produksi Thyroid Stimulating Hormon (TSH), hal demikian dikenal dengan hipotiroid.


G. Interaksi Zat Gizi dan Pengobatan yang Diberikan
1.    Interaksi Zat Gizi
a.     Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada di bawah nilai optimal.
b.     Defisiensi yodium merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius, mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Defisiensi yodium yang juga disebut iodine deficiency disorder (IDD) menyebabkan berbagai sindrom gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY).
c.     Indonesia menjadikan GAKY sebagai masalah gizi utama, karena sejumlah 42 juta penduduk tinggal di daerah endemis GAKY, 10 juta menderita gondok. Hasil survei  di seluruh Indonesia  menunjukkan  peningkatan prevalensi Total Goiter Rate (TGR) dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi sebesar  11,1% pada tahun 2003. (Tim GAKY Pusat, 2005).
d.     Prevalensi penderita hipotirodisme meningkat pada usia 30-60 tahun,empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita dibandingkan pria.hipotiroidisme kongenital dijumpai satu  orang pada empat ribu kelahiran hidup.

2.    Pengobatan
Tujuan pengobatan untuk hipotiroidisme adalah pembalikan dari perkembangan klinis dan koreksi derangements metabolik yang dibuktikan dengan tingkat darah normal T4 TSH dan gratis. Hormon tiroid diberikan untuk menambah atau mengganti produksi endogen. Secara umum, hipotiroidisme dapat diobati dengan dosis harian konstan levothyroxine (LT4).
Manfaat klinis dimulai dalam 3-5 hari dan tingkat mati setelah 4-6 minggu. Diduga dosis penggantian penuh dapat dimulai pada individu yang dinyatakan muda dan sehat. Pada pasien tua atau orang dengan penyakit jantung iskemik diketahui, pengobatan harus dimulai dengan satu keempat untuk satu dosis setengah diharapkan, dan dosis harus disesuaikan sedikit demi sedikit tidak lebih cepat dari 4-6 minggu.
Mencapai tingkat TSH dalam kisaran referensi dapat diperlambat karena keterlambatan hipotalamus-hipofisis readaptation sumbu dan mungkin memakan waktu beberapa bulan. Setelah stabilisasi dosis, pasien dapat dipantau dengan evaluasi klinis tahunan dan pemantauan TSH. Pasien harus dimonitor untuk gejala dan tanda-tanda overtreatment, yang meliputi takikardi, palpitasi, gugup, kelelahan, sakit kepala, rangsangan meningkat, sulit tidur, tremor, dan angina mungkin.
Sebuah meta-analisis dari percobaan terkontrol acak tiroksin-triiodothyronine terapi kombinasi (T4 + T3) versus monoterapi tiroksin (T4) untuk pengobatan hipotiroidisme klinis tidak menemukan perbedaan dalam efektivitas monoterapi vs kombinasi kesakitan tubuh, depresi, kelelahan, tubuh berat badan, kecemasan, kualitas hidup, kolesterol total, LDL-C, HDL-C dan trigliserida. Oleh karena itu, monoterapi T4 tetap pilihan perawatan.
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya dalam dosis rendah sejumlah 50 µg/hari dan setelah beberapa hari atau minggu sedikit demi sedikit ditingkatkan sampai akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal sejumlah 200 µg/hari. Pengukuran kadar tiroksin serum dan pengambilan resin T3 dan kadar TSH penderita hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan menfaat terapi pengganti.
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A.  Kesimpulan
1.    Hipotiroidisme merupakan gangguan umum yang mempengaruhi sistem kardiovaskular, sistem organ pernapasan, hematopoietik, dan ginjal, yang masing-masingnya mempunyai hubungan yang erat pada tindakan bedah.
2.    Pengobatan hipotiroidisme dianjurkan diberikan sebelum dilakukan tindakan bedah dan hipotiroidisme harus dikembalikan pada keadaan eutiroid.
3.    Bila operasi bersifat elektif, hipotiroidisme sedang dan berat dapat ditunda sampai keadaan menjadi eutiroid, sedangkan bila hipotiroidisme ringan dapat langsung dilakukan tindakan operasi.
4.    Kombinasi levotiroksin dan triiodotironin intravena dapat diberikan pada operasi emergensi dengan keadaan hipotiroidisme yang berat, sedangkan operasi elektif dapat diberikan levotiroksin oral saja.

B.  Saran
1.    Sebaiknya tindakan operasi pada hipotiroidisme dilakukan pada keadaan eutiroid.
2.    Perlu tersedianya preparat hormon levotiroksin dan triiodotironin intravena untuk penatalaksanaan perioperatif emergensi pasien hipotiroidisme berat.



DAFTAR PUSTAKA

___________. 2008. Hipotiroid. Diakses pada 30 Mei 2013 pada situs http://prodia.co.id/penyakit-dan-diagnosa/hipotiroid.

Baron, D.N. 1984. Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi 4. Jakarta: EGC.


Kusumawati, R., Suhartono, Sulistiyani. 2012. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Fungsi Tiroid Pada Pasangan Usia Subur (PUS)di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, Vol. 11 (1): 15-21.

Saputra, A. E. 2010. Hipotiroid dan Hpoparatiroid. Diakses pada 28 Mei 2013 pada situs   http://saputraaguseko.wordpress.com/keperawatan/askep/hipotiroid-dan-hipoparatiroid/.

Soewondo, P., Cahyanur R. 2008. Hipotiroidisme dan gangguan akibat kekurangan yodium. Dalam : Penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter. Departemen ilmu penyakit dalam FKUI/RSUPNCM. Jakarta: Interna publishing, 14-21.

Staf Pengajar Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1973. Patologi. Jakarta: PT Repro Internasional

Syafrudin, A. 2012. Makalah Hipotiroid. Diakses pada 30 Mei 2013 pada situs http://ayipsyarifudin45.blogspot.com/2012/10/makalah-hipotiroid.html.

Syahbuddin S. 2009. Diagnosis dan pengobatan hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto R, Darmono, Suhartono T, GD Pemayun T, Nugroho KH,editors. The 2nd Thyroidologi Update 2009. Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro, 197-205.