1. Definisi
Terasi
adalah salah satu produk olahan ikan yang merupakan sebutan pasta ikan yang
dihasilkan di Indonesia. Produk ini terkenal terutama di daerah-daerah pantai.
Daerah penghasil terasi yang terkenal di Indonesia adalah Bagan si api-api, Cirebon,
Jember, Rembang dan Sidoarjo. Produk terasi di Indonesia ternyata menduduki
tempat ke-2 dalam pengolahan ikan secara tradisional setelah produksi ikan asin
yaitu 51% untuk ikan asin, 19% terasi dan sisanya untuk produk-produk lain.
Terasi digunakan sebagai campuran cabai untuk membuat sambal atau bumbu masakan
sayur-sayuran. Produk ini
digunakan karena memberikan aroma yang tajam dank has. Mutu terasi sangat
dipengaruhi oleh mutu bahan baku, cara pengolahan dan penanganan produk akhir.
2. Bahan
Baku
Bahan
baku yang biasa digunakan dalam pembuatan terasi adalah jenis ikan atau udang
kecil yang disebut Rebon dan Atya sp yaitu
untuk terasi udang, sedangkan untuk terasi ikan digunakan teri (Stolephorus sp). Sortasi terhadap bahan
baku sangat penting karena mutu terasi sangat dipengaruhi oleh bahan bakunya.
Sortasi dilakukan dengan melihat factor secara organoleptik seperti kesegaran,
kebersihan dan lainnya.
Terasi
yang bermutu baik biasanya dibuat dari rebon atau teri kecil tanpa penambahan
bahan pengisi. Sedangkan terasi yang bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah
ikan, sisa ikan sortiran, ikan yang sudah akan membusuk dan berbagai jenis
bahan lain sebagai pengisi. Sebagai bahan pengisi biasa ditambahkan tepung
tapioca atau tepung beras.
Kandungan
padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang sekitar 27-30%, air
50-70% dan garam 15-20%. Sedangkan terasi dari ikan yang prosesnya serupa
dengan terasi udang antara lain mempunyai kandungan protein 20-45%, kadar air
35-50%, garam 10-25% dan komponen lemak dalam jumlah yang sangat kecil. Pada
terasi terdapat kandungan vitamin B12 yang cukup tinggi.
3. Proses
Pengolahan
Berbeda
dengan produk pasta ikan dari Malaysia atau Filipina, terasi dibuat tidak dalam
wadah tertutup melainkan pada wadah terbuka dan selalu dijemur. Wadah yang
biasa digunakan adalah sehelai tikar.
Pada
pembuatan 100 kg udang dicampur dengan 10 kg garam dan pada waktu udang baru
ditangkap dan setelah sampai di darat, bahan tersebut ditebarkan pada sehelai
tikar dan ditambah 5 kg garam. Setelah diaduk bahan tersebur dibiarkan terjemur
1-3 hari. Selama penjemuran, kadar air akan turun dari 80% menjadi 50% dan bau
busuk akan hilang. Setelah itu
bahan ditumbuk kira-kira 15-20 menit dan dikeringkan kembali. Kadang-kadang
pada produk tersebut ditambahkan pewarna atau ditambah dengan air bila
pengeringan terlalu kering. Pengeringan dapat dilakukan dalam bentuk
gumpalan-gumpalan dan dapat pula dilakukan dengan pembungkus dengan daun
pisang. Kemudian gumpalan-gumpalan tersebut dibiarkan 1-4 minggu pada suhu
20-30o C sehingga terjadi proses fermentasi.
Gambar . Bagan proses pembuatan terasi (Winarno et al., 1973)
4. Mikrobiologi
Mikrobia
yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan.
Penggunaan garam pada pembuatan terasi terbukti dapat menyeleksi jenis mikrobia
tertentu saja untuk dapat tumbuh. Pada
ikan diolah dengan cara fermentasi biasanya berlangsung fermentasi asam laktat.
Proses yang terjadi adalah otolisis secara enzimatis dan adanya aktivitas
bakteri halofilik atau halotoleran. Dermentasi asam laktat akan berlangsung
secara anaerobik oleh mikroba anaerob fakultatif atau yang obligatif.
Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi
dengan penambahan garam pada ikan terutama jenis Micrococci dan ada penurunan dari jumlah mikroba Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas,
bacillis dan Sarcina yang semula
banyak terdapat pada ikan.
Berdasarkan ketahanannya terhadap garam maka Bacillus menunjukkan pertumbuhan yang
baik pada konsentrasi garam 5% dan sebaliknya dengan mikroba seperti Vibrio. Achromobacter, Flavobacterium dan
Micrococcus pada konsentrasi garam
10%.
Mikroba yang dapat diisolasi dari terasi oleh
Praptiningsih dkk (1998) antara lain adalah bakteri Micrococcus, Niesseria, Aerococcus disamping beberapa jenis kapang.
Sedangkan Rahayu (1989) menduga bahwa pada terasi terdapat mikroba dari jenis Micrococcus, Corynebacterium,
Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinetobacter yaitu pendugaan dari terasi yang diperoleh dari
daerah Bogor.
5. Perubahan
Selama Fermentasi
Campuran
garam, rebon dan bahan-bahan lainnya pada pembuatan terasi pada awalnya
mempunyai nilaipH sekitar 6 dan selama proses fermentasi, pH terasi yang terbentuk
akan naik menjadi 6,5 dan pada akhirnya setelah terasi selesai terbentuk makan
pH terasi turun kembali menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut
maka akan terjadi peningkatan pH dan pembetukan Amonia. Bila garam yang
digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran tersebut akan
terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena Amonia yang terbentuk
terdapat dalam jumlah yang besar. Hal ini dapat terjadi apabila pemberian garam
kurang dari 10%.
Selama
fermentasi protein akan terhidrolisa menjadi turunannya seperti protease,
pepton, peptida, dan asam-asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-42 %
adalah terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah. Maka
permukaan terasi akan diselumuti oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi
menjadi tidak kenyal. Bila kadar air
terasi terlalu tinggi, maka terasi menjadi terlalu lunak. Selain itu, pada
terasi disyaratkan bahwa kadar nitrogen total minimun adalah 3,5 % dan pada
terasi telah diteliti komposisi asam aminonya dan asam amino yang tertinggi
adalah asam glutamat dari golongan non esensial dan yang tertinggi dari
golongan asam amino esensial adalah leusin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses
fermentasi ikan untuk terasi yang dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen
aroma tersebut adalah senyawa yang mudah menguap yang terdiri dari 16 macam
senyawa hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil dan senyawa-senyawa
lainnya sebanyak 10 macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan
bau amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran
komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda pula akan menyebabkan
pasta ikan mempunyai bau/aroma yang khas pula menurut daerah asal dan proses
pembuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar